Thursday, March 29, 2018

TUGAS STUDI KEPEMIMPINAN ISLAM "Kepemimpinan Islam dalam Pendekatan Teoretis Tokoh Islam Masa Sekarang Dr.(H.C.) K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)"

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengertian kepemimpinan banyak sekali disampaikan oleh para ahli, salah satunya adalah menurut Hadipoerwono yaitu adalah kemampuan seseoarang dalam mengkoordinasikan   dan menjalin hubungan antara sesama manusia sehingga mendorong orang lain untuk melaksanakan tugas-tugasnya dengan hasil yang maksimal (Tata Personalia, Bandung, Jembatan, 1982:40). Dalam pandangan islam, kepemimpinan juga merupakan sesuatu yang sangat penting bagi setiap umatnya, karena Nabi Muhammad SAW juga seorang pemimpin yang mempunyai jiwa kepemimpinan sehingga bisa menyebarkan agama islam, dan membimbing pengikutnya ke jalan yang benar.
Kepemimpinan dalam islam juga mempunyai beberapa pendekatan yaitu pendekatan normative yang merupakan pendekatan berdasarkan Al-Qur’an dan al-Hadis yang mengandung 4 prinsip pokok dalam kepemimpinan yakni tanggung jawab dalam organisasi, prinsipa etika tauhid, prinsip keadilan, dan prinsip kesederhanaan.  Selain itu juga terdapat pendekatan teoretis yang berarti bahwa Islam adalah idiologi terbuka, hal ini berarti  bahwa walaupun dasar-dasar kepemimpinan sudah diatur dalam Islam secara sempurna, akan tetapi Islam tidak menutup kesempatan untuk mengkomunikasikan ide-ide dan konsep pemikiran dari luar Islam, selama konsep pemikiran tersebut tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Hadis dan membawa maslahat bagi masyarakat banyak. Oleh karena itu kami mengambil salah satu dari tokoh-tokoh islam masa sekarang dengan mengambil tema Kepemimpinan Islam dalam Pendekatan Teoretis yaitu Dr.(H.C.) K. H. Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur .






BAB II

PEMBAHASAN

A. Kepemimpinan Islam dalam Pendekatan Teoretes

Islam adalah agama rahmatan lil alamin. Islam tidak dikembangkan dengan kekerasaan dan paksaan. Islam adalah agama bagi orang berakal dan mau berfikir. Salah paham sebagian kecil umat islam dalam memahami agamanya telah melahirkan kelompok radikal,yang benci dan memerangi orang yang tidak sepaham dengan mereka. Kelompok ini dengan mudah mengkafirkan dan menghalalkan darah umat Islam lainnya yang tidak sepaham dengan mereka.
Suatu kelompok pastinya akan dipimpin oleh seseorang pemimpin. Seorang pemimpin muslim seharusnya bisa membimbing dan memberi contoh kepada kelompoknya agar bersikap yang keras dan kasar terhadap orang yang tidak sepaham dengan mereka.Karena sikap tersebut dapat menimbulkan ketakutan dikalangan umat lainnya yang tidak sepaham dan seiman dengan mereka (non Muslim). Akhir nya muncul kelompok Islam phobia yang menganggap semua Umat Islam berperilaku kasar seperti itu, dan mereka mulai menimbulkan kesulitan bagi umat Islam lainnya.
Oleh karena itu dibutuhkan pemimpin yang bisa mengarahkan dan memberikan contoh menerima dan  mengkomunikasikan ide-ide dan konsep pemikiran dari luar Islam, selama konsep pemikiran tersebut tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Hadis dan membawa maslahat bagi masyarakat banyak karena kepemimpinan dalam islam harus memiliki sifat idiologi terbuka.

B. Data Biografi

Dr.(H.C.) K. H. Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur (lahir di Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940 – meninggal di Jakarta, 30 Desember 2009 pada umur 69 tahun) adalah tokoh Muslim Indonesia dan pemimpin politik yang menjadi Presiden Indonesia yang keempat dari tahun 1999 hingga 2001. Ia menggantikan Presiden B.J. Habibie setelah dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat hasil Pemilu 1999. Penyelenggaraan pemerintahannya dibantu oleh Kabinet Persatuan Nasional. Masa kepresidenan Abdurrahman Wahid dimulai pada 20 Oktober 1999 dan berakhir pada Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001. Tepat 23 Juli 2001, kepemimpinannya digantikan oleh Megawati Soekarnoputri setelah mandatnya dicabut oleh MPR. Abdurrahman Wahid adalah mantan ketua Tanfidziyah (badan eksekutif) Nahdlatul Ulama dan pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Abdurrahman Wahid atau lebih dikenal dengan Gus Dur adalah tokoh dengan segala ide-ide yang menurut sebagian orang controversial yang menjadi ciri khasnya, sikap-sikapnya yang tidak dapat diduga, serta model kepemimpinan yang berbeda dengan yang sebelumnya. Walaupun memerintah hanya dalam waktu yang sangat singkat, Gus Dur telah melakukan perubahan besar dengan mengantarkan negeri ini menjadi salah negara kampium demokrasi dunia. Gus Dur telah berhasil menghindarkan Indonesia dari konflik berkepanjangan yang disebabkan oleh fanatisme agama, etnis, dan golongan.
Sebelum menjadi presiden, Gus Dur adalah seorang yang gigih dalam memperjuangkan demokrasi dan menentang pemerintahan otoriter Orde Baru. Dialah sang pemimpin Islam progresif yang secara gigih mengkontekstualisasikan nilai-nilai demokrasi Islam di Indonesia. Ketika menjadi ketua Nahdlatul Ulama (NU), Gus Dur banyak membuat gebrakan dengan mengubah image NU dari organisasi tradisional menjadi organisasi modern dan progresif. Setelah turun dari jabatan presiden, Gus Dur masih tetap aktif dalam banyak organisasi internasional dan aktifitas lain dalam dunia internasional yaitu sebagai berikut :
1. Pimpinan dari The World Conference on Religion dan Peace (WCRP) yang berpusat di New York (1994-1998). Setelah turun dari jabatan Presiden Indonesia (1999-2001),
2. Ketua Association of Moslem Community Leaders (AMCL), New York (2002).
3. Presiden kehormatan The International Christian Organization for Reconciliation and Reconstruction (IICORR) yang bermarkas di London, Inggris.
4. Anggota dari International Advisory Board of the International and Inter-religious Federation for World Peace (IIFWP), New York, USA.
5.Bagian dari International Board of International Strategic Dialogue Center, Netanya University, bersama dengan Mikhail Gorbachev, Ehud Barak and Carl Bildt (Bahar 1999). S
Sebagian besar aktifitas Gus Dur adalah berhubungan dengan isu-isu kemanusiaan, perdamaian, pluarlisme dan hak asasi manusia. Sebagai seorang kepala negara, ketua NU, dan juga ketua dari beberapa organisasi internasional, karakter kepemimipinan Gus Dur unik dan susah untuk didefinisikan.
Ketika menjadi ketua PB NU, dengan segala atribut keistimewaan sebagai cucu pendiri NU, Hasyim Asy’ari, yang kharismatik, Gus Dur malah lebih menekankan semangat egalitarianisme, progresifitas dan antifeodalisme. Oleh sebagian besar para pengikutnya di NU, Gus Dur dianggap sebagai waliyullah (kekasih Allah) yang mempunyai banyak keistimewaan dan kharisma, akan tetapi, beliau justru tidak memperdulikan hal tersebut dan malah mengajak ummatnya untuk berfikir rasional. Dalam setahun menjabat sebagai Presiden RI, Gus Dur telah berhasil mendesakralisasi istana dengan mengajak para kyai tradisional, seniman, dan rakyat bertandang ke istana dengan menggunakan sandal jepit dan kain sarung.

C. Karakter Gusdur dalam Kepemimpinannya

Gus Dur telah mengajarkan bangsa Indonesia mengenai banyak hal terkait mulai hubungan agama (Islam) dengan negara, toleransi antarumat beragama hingga persamaan hak sebagai warga negara.  Selain itu, Gus Dur juga mengajarkan pentingnya menghargai perbedaan pendapat, menghilangkan diskriminasi berdasarkan ras dan agama serta mewujudkan kemandirian bangsa dalam arti luas. Semasa hidupnya Gusdur banyak memberikan nilai-nilai inspirasi kepemimpinan.
1. Rendah Hati
Ilmu pertama yang didapatkan dari seorang Gus Dur adalah kerendahan hati. Gus Dur adalah seorang keturunan darah biru (ningrat). Ayahnya, KH. Wahid Hasyim adalah putera KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Ormas NU dan Pesantren Tebu Ireng Jombang. Namun, Gus Dur tidak pernah sombong dengan hal itu. Ketokohan dan kepopuleran Gus Dur bukan karena ia sudah terlahir sebagai cucu tokoh besar Indonesia, namun karena proses yang begitu panjang dalam hidupnya. Karakternya sebagai pemimpin yang rendah hati sudah terbentuk sejak ia masuk Pesantren Tambakberas, Jombang tahun 1956. Bersama santri-santri lainnnya, ia mengalami hal yang sama dalam proses belajar, tidak ada perbedaan. Hal itulah yang Gus Dur bawa kemanapun dan mudah diterima oleh siapa saja. Pemimpin yang memimpin dengan kerendahan hati, mulia perjuangannya.
2. Kesederhanaan
Barangkali diantara semua presiden Indonesia, hanya Gus Dur yang berani mengubah gaya formal dan kekakuan Istana Negara menjadi “istana rakyat”. Wartawan maupun masyarakat mendapatkan akses mudah, hubungan mencair dan penuh goyonan. Sandal jepit, sarung ataukah yang selama ini “diharamkan “ di Istana Negara tidak menjadi persoalan. Nuansa kesederhanaan semasa di pesantren seakan pindah ke Istana Negara. Gaya berpakaian Gus Dur tidak seelok dan perlente Soekarno. Cukup kopiah dan pakaian sederhana. Kita semua masih ingat, ketika Gus Dur digulingkan kekuasaannya secara inkonstitusional oleh DPR-RI tahun 2001, Gus Dur meninggalkan Istana Negara hanya menggunakan kaos, celana pendek dan sandal. Inilah gaya kepemimpinan Gus Dur, sederhana namun bersahaja dan bijaksana. Memimpin dalam kesederhanaan adalah hal biasa namun kaya makna
3. Humanis
Tidak banyak pemimpin di dunia ini yang menerapkan prinsip humanis daripada otoriter dan kepintaran. Gus Dur adalah seorang pemimpin yang menerapkan prinsip humanis dalam gaya memimpinnya. KH Hasyim Muzadi, Ketua Umum PBNU mengatakan, “Humanisme Gus Dur berangkat dari nilai-nilai Islam yang paling dalam. Tetapi, humanismenya itu melintasi agama, etnis, teritorial dan negara.” Tidak mengherankan jika Gus Dur mendapatkan banyak penghargaan dalam bidang perdamaian seperti, Doktor Honoris Causa Bidang Perdamaian dari Soka University, Jepang (2003), Global Tolerance Award dari Friends of the United Nations, New York (2003) dan World Peace Prize Award dari World Peace Prize Awarding Council (WPPAC), Seoul, Korea Selatan (2003). Dengan gayanya yang humanis, Gus Dur tahu apa yang menjadi kebutuhan masyarakat . Gus Dur berbicara di Masjid, Gereja dan tempat-tempat ibadah lainnya, bukan atas nama agama, tetapi atas dasar prinsip kemanusiaan , bahwa manusia diciptakan untuk saling menghargai dan melindungi satu dengan yang lainnya. Inilah karakter pemimpin Indonesia yang saat ini sangat dibutuhkan,pendekatan secara humanis kepada rakyatnya bukan kekuasaan semata. Gus Dur adalah sosok yang gigih dalam membela dan memperjuangkan demokrasi, humanisme dan anti kekerasan. Gus Dur bekerja menjaga kebebasan manusia dengan melindungi kaum minoritas dan berbicara untuk yang tertindas. Gus Dur Mendorong kaum perempuan untuk bertindak, membela kaum lemah dan berjuang untuk perdamaian. Beliau membangun identitas nasional dengan menjalin solidaritas di antara berbagai golongan yang berbeda. Yang dipimpin adalah manusia maka selayaknya pemimpin juga mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan
4. Humoris
Inilah gaya kepemimpinan Gus Dur yang sangat khas, humoris dan penuh guyonan-guyonan segar. Dengan pendekatan yang humoris inilah seakan tidak ada jarak antara lawan atau kawan. Guyonan-guyonan Gus Dur memecah kebuntuan dalam setiap persoalan. Namun yang perlu diingat, guyonan dan sikap humoris Gus Dur sarat makna dan mengandung nilai-nilai kritik serta edukatif. Mungkin inilah cara Gus Dur menyampaikan sebuah pesan dalam bentuk guyonan-guyonannya. Ucapan Gus Dur, “gitu aja kok repot,” menjadi karakteristik tersendiri. Dalam suatu pertemuan dengan Fidel Castro, presiden Cuba, Gus Dur mengatakan bahwa Indonesia mempunyai empat presiden yang semuanya “gila”. Presiden pertama (Soekarno), gila perempuan; Presiden kedua (Soeharto), gila harta; Presiden ketiga (Habibie), gila teknologi; dan Presiden keempat (Gus Dur) membuat orang jadi gila. Mendengar penjelasan Gus Dur, Fidel Castro tertawa terbahak-bahak. Dalam kesempatan lain, Gus Dur sering mengatakan, Indonesia telah mempunyai empat orang presiden yang mempunyai kelebihan tersendiri. Soekarno adalah Negarawan, Soeharto adalah Hartawan, Habibie adalah ilmuwan dan Gus Dur adalah wisatawan. Maksudnya wisatawan karena Gus Dur meskipun dalam jangka waktu relatif singkat menjadi presiden namun dapat mengunjungi banyak negara untuk tugas-tugas diplomasi kenegaraan. Suatu ketika, Gus Dur pernah mengeluarkan “joke” segar namun penuh kritik, bahwa di Indonesia hanya terdapat tiga polisi yang jujur. Pertama, (alm) Jenderal Hugeng, kedua, polisi tidur, ketiga, patung polisi. Inilah yang harus diteladani jika mau menjadi pemimpin seperti Gus Dur, Humanis yang humoris. Memimpin dengan humoris bagaikan setitik embun di padang gersang.
5. Visioner
Seni memimpin ala Gus Dur adalah visioner dan berani melakukan terobosan. Mungkin sebagian orang mengatakan kebijakan dan keputusan Gus Dur kadangkala “gila” dan kontroversial. Namun inilah kelebihan Gus Dur, apa yang dilakukannya dapat dipertanggungjawabkan dan ia sudah memperhitungkan untuk jangka panjang, bukan saat itu. Terobosan-terobosan oleh Gus Dur mengandung nilai kostrukstif, demokrasi, penegakkan hak asasi manusia dan perdamaian. Di era Gus Dur, ia berhasil memisahkan Kepolisian daari ABRI (sekarang TNI). Pada tanggal 26 Oktober 1999, ia membubarkan Departemen Sosial dan Departemen Penerangan yang selama masa Orde Baru menjadi kekuatan Soeharto. Tanggal 17 Januari 2000, menerbitkan Keppres No. 6 Tahun 2000 tentang Pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14 tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat China. Inilah cikal bakal hari raya Imlek dijadikan sebagai hari libur nasional. Selanjutnya pada tanggal 14 Maret 2000, mengusulkan pencabutan Tap MPRS No. XXV/1996 tentang pelarangan penyebaran marxisme, komunisme dan leninisme. Dalam hal ini banyak orang mengatakan bahwa Gus Dur cenderung melakukan pembelaan kepada eks PKI. Jika ditelan mentah-mentah memang akan demikian namun sebenarnya itu meruoakan upaya Gus Dur untuk menciptakan rekkonsiliasi di negeri ini. Tugas negara adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia dan eks PKI merupakan bagian dari bangsa Indonesia yang harus dilindungi.
Pemimpin sekarang harus belajar dari visioner gaya Gus Dur, keputusan yang diambil bukan karena kepentingan elit politik, pribadi ataukah kekuasaan semata. Apa yang Gus Dur lakukan untuk kemajuan bangsa. Baginya, keturunan Tionghoa adalah warga negara yang mempunyai hak sama serta banyak mengambil peran dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Mantan tahanan politik adalah manusia yang berhak memperoleh hak hidup layaknya manusia biasa, tidak lagi didiskriminasikan. Untuk kaum minoritas inilah, Gus Dur berani melakukan terobosan dan pemikiran yang jauh kedepan dalam bingkai kesatuan negara Indonesia. Pemimpin harus mempunyai visi kedepan yang dapat dipertanggungjawabkan tentang apa yang dipimpinnya.
6. Sabar dan Memaafkan
Dalam era kepemimpinan Gus Dur sebagai Presiden Indonesia, entah sudah berapa banyak cacian, fitnah, teror dan sebagainya. Namun sepanjang kepemimpinannya itulah Gus Dur tetap memperlihatkan kesabaran dan jiwa pemaafnya. Seperti guyonannya, “gitu aja kok repot.” Ketika group lawak “Bagito Group” mempelesetkan gaya yang melecehkan Gus Dur, malah Gus Dur membuka pintu maaf untuk mereka. Gus Dur sering difitnahkan telah murtad, dibaptis di Gereja karena kedekatannya dengan kaum non-muslim. Selain itu, ia diisukan pula sebagai agen Zionis Israel karena idenya membuka hubungan diplomatik dengan Israel serta turut mengambil bagian dalam Yayasan Simon Perez. Penganut paham sekularisme barat, tidak berpihak kepada kaum Muslim dan dianggap melecehkan Al-Qur’an. Menghadapi semua tuduhan dan fitnah itu, Gus Dur menjawab dengan “nyeleneh”, gaya khasnya, “Buang-buang energi saja.” Sampai Gus Dur balik kepada sang Khalik, kita semua tidak pernah menemukan semua tuduhan-tuduhan itu. Memang kesabaran dan jiwa pemaaf Gus Dur dengan sendirinya melenyapkan fitnahan dan tuduhan-tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Seorang pemimpin harus mempunyai dua hati, yang satunya sabar dan yang satunya lagi memaafkan.
7. Bukan pemimpin transaksional
Mungkin hal inilah yang menjadi salah satu alasan dibalik pemakzulan Presiden Abdurrahman wahid, cabinet persatuan nasional pertama banyak dihasilkan dari kompromi-kompromi politik yang kemudian disingkirkan satu persatu oleh Gus Dur, bahkan pada akhir kepemimpinan Gus Dur hamper 75% Departemen (sekarang kementrian) merupakan orang-orang dari kalangan professional. Hal inilah kemudian yang memicu orang-orang dari partai pengusung Gus Dur kecewa, selain itu Presiden juga mengganti pimpinan-pimpinan di TNI yang dianggap warisan orde baru. Ketika hari-hari menjelang lengsernya preside nada sekelompok orang dari kalangan partai politik di DPR yang berjanji akan mempertahankan posisi presiden dengan syarat, presiden harus mengganti komposisi cabinet persatuan nasional dengan komposisi yang mereka tentukan namun Presiden menolak dengan lantang beliau menjawab “lebih baik lengser daripada harus menjual konstitusi, pancasila dan konstitusi bukan tempat untuk jual beli jabatan” ujar presiden.




BAB III

KESIMPULAN

Indonesia adalah salah satu bangsa di dunia yang memiliki heteroginitas masyarakat baik dalam hal budaya dan lainnya, jika hal ini tidak dikelola dengan baik maka akan menjadi mala petaka yang dahsyat. Di satu sisi pluralitas masyarakat dapat menjadi kekuatan jika dikelola dengan baik dan profesional, namun jika tidak, perbedaan cara pandang antar individu bangsa yang plural menjadi faktor penyebab disintegrasi bangsa dan konflik yang berkepanjangan.
Sikap yang tepat menurut Abdurrahman Wahid dalam menghadapi pluralitas masyarakat baik pluralitas agama maupun budaya serta pluralitas etnik adalah menempatkan setiap kelompok masyarakat setara dengan kelompok lain dalam hal apapun tanpa ada diskriminasi dan ketidakadilan. Menurut Abdurrahman Wahid nilai-nilai universal Islam lebih penting ketimbang formalisasi Islam yang hanya bersifat legalitas-simbolis, ia cenderung menutamkan substansi Islam karena dengan demikian nilai-nilai universal islam tidak hnya milik orang islam tapi juga milik non muslim seperti: demokrasi, keadilan, persamaan.
Bagi Gus Dur sikap kritis harus tetap dilakukan guna memberikan masukan bagi perbaikan kehidupan. Ia tidak hanya menggunakan pemikiran Islam tradisional tetapi keilmuan kesarjanaan Barat, keduanya saling melengkapi dalam rangka pemecahan masalah umat. Dengan demikian hukum Islam akan selalu dinamis dan dengan demikian tidak akan kehilangan relevansinya.
Cara belajar pun harus dirubah dari metode ceramah menjadi problem solving, dari menghafal materi sebanyak-banyaknya menjadi penguasaan metodologi, dari mekanik menjadi organik, dari memandang ilmu sebagai hasil final menjadi memandang ilmu sebagai proses yang dinamis. Pendidik memandang anak didik sebagi pribadi otonom dengan segala potensi yang dimilikinya sehingga akan tercipta daya kreatifitas peserta didik. Dengan demikian demokratisasi pendidikan saat ini, dengan menempatkan kebijakan-kebijakan pendidikan  yang berpihak pada nasib masyarakat di bawah. Dengan demikian pola penyeragaman dari atasan seharusnya berubah dengan pola yang mengedepankan kebutuhan rakyat (dalam hal ini siswa) di bawah. Materi pendidikan seharusnya mencakup nilai-nilai universal yang dimikili agama diantaranya: nilai-nilai persamaan, keadilan, keterbukaan, kejujuran serta adab sopan santun.



DAFTAR PUSTAKA


http://www.kompas.com.sejarah gus dur/2015/06/06/09:30
http://rohmadimubarok.blogspot.co.id/2015/06/
http://www.fadhilza.com/2015/01/islam/mensikapi-perbedaan-paham-dan-agama-dalam-islam.html
http://andi-septi.blogspot.co.id/2013/10/

No comments:

Post a Comment